Saturday, November 22, 2014

Apa Benalu juga Sedih?

Simbiosis: Mutualisme, parasitisme, komensalisme.
Aku ingat materi ini. Dulu, saat masih berseragam putih-merah, yang paling mudah kuingat adalah parasitisme. Ini karena di kebun, bapak, suka ngebersihin benalu. Aku yang waktu itu masih imut dan nggak ngerti apa, ya jelas nanya kenapa sampai benalu nggak boleh ikut tumbuh di pohon. Parasit, jelas bapak. Mulai sejak itu, mengertilah aku apa yang disebut parasit.
Setelah sekian tahun berlalu, mendadak aku memikirkan perasaan benalu ketika bapak tidak mengizinkannya menumpang hidup di kebun. Sedihkan ia? Jangan-jangan, di dalam hatinya yang terdalam, ia sebenarnya juga ingin menjalin hubungan mutualisme dengan pohon kakaoku. Hanya saja dia tidak pernah mampu melakukannya. Karena seberapa keras pun ia mencoba, benalu tetaplah parasit. Tidak ada yang bisa ia lakukan. 

Jika benar demikian, benalu pasti mengalami masa yang sulit.
Saat ia hanya dianggap merugikan pihak lain, tidak dianggap berguna, tidak dapat melakukan apa-apa, that's extremely frustrating. Mungkin, sempat terpikir di benaknya jika hidup akan lebih baik jika dia menjadi makhluk hidup yang dapat menjalin hubungan komensalisme. Tapi..., kupikir itupun tidak sepenuhnya menyenangkan. 

Ah..., kasihan sekali benalu. Dianggap hanya menganggu kehidupan mahkluk lain, sehingga lebih baik baginya untuk dijauhkan segera. Maka, tidak heran jika saat mengetahui banyak orang tidak menginginkan keberadaannya, benalu mungkin akan merasa putus asa. 

Aku mengerti itu. Aku, benar-benar bisa mengerti itu.


Monday, June 16, 2014

Janji Bersama

“Kapan menyusul?”

Aku menarik kedua ujung bibir, mengungkung kata yang nyaris terucap. Jenuh rasanya mendengar pertanyaan itu.

Ia bangkit dan mendekat. Jemari dengan cat kuku kuning terang itu menyentuh bahuku. “Aku dan Puput sudah memesan kebaya.”

“Aku tahu,” sahutku cepat.  Telingaku memanas dan kurasakan sesal tertimbun dalam hati. Sejak awal, kami telah mengikat janji untuk berdiri bersama dan membuat orangtua bahagia. “Ini hanya masalah waktu.”

Ia mengangguk dan mengarahkan bola matanya pada HVS yang berserakan di atas meja. Keraguan kembali membuncah di wajahnya. “Kamu tidak apa-apa, kan?”

“Tentu!”

Ia mengembuskan napas dan memandangku. “Aku berharap kita bisa sama-sama.”

Kusunggingkan senyum kemudian melempar tanya, “Kamu tahu siapa calon presiden kita?”


Alisnya tertaut menanggapi caraku untuk membuatnya berhenti membahas toga yang akan diambilnya di fakultas.


*terinspirasi dari lagu Disguise, Lene Marlin.
"I am OK, I really am now...."
#KampusFiksi #FiksiLaguku