PELAYANAN BAGI PENDAMAIAN KONFLIK
DALAM ORGANISASI KATEGORIAL
I.PENDAHULUAN
Kata konflik sering dihubungkan dengan pertengkaran, perkelahian, pengrusakan ataupun hal-hal lain yang memiliki konotasi negatif. Konflik selalu melibatkan dua atau lebih, sisi yang berlawanan, baik itu berhubungan dengan orang, peraturan, budaya, maupun benda-benda tertentu.
Contoh sederhana adalah konflik batin, artinya bahwa dalam diri seseorang terdapat dua atau lebih gagasan atau keinginan yang saling bertentangan; hal ini biasanya akan sangat mempengaruhi tingkah lakunya. Contoh lain adalah konflik sosial, artinya ada pertentangan/persaingan antar anggota masyarakat yang bersifat menyeluruh.
Konflik sendiri telah terjadi sejak masa Perjanjian Lama. Ada beberapa kisah yang kembali mengingatkan bagaimana konflik tersebut terjadi. Misalnya saja, konflik antara Esau dan Yakub saat memperebutkan hak kesulungan. Meskipun konflik tersebut terjadi dalam waktu yang cukup lama, namun akhirnya Esau dan Yakub dapat berbaikan kembali.
Gereja sebagai perpanjangan cinta kasih kepada dunia ini, memiliki tugas yang datang dari Kepala Gereja, yakni Yesus Kristus. Gereja bukan hanya dimengerti sebagai tempat ibadah orang Kristen saja, namun memiliki arti yang lebih dalam lagi yaitu “dipanggil keluar.” Tugas panggilan gereja tersebut adalah koinonia (persekutuan), marturia (kesaksian) dan diakonia (pelayanan). Diakonia adalah salah satu tugas panggilan gereja yang tidak bisa dilepaskan dari gereja itu sendiri, atau dengan kata lain tidak ada gereja yang tidak ber-diakonia (Markus 10:45).
Namun dewasa ini, tidak jarang terjadi konflik di tengah-tengah pelayanan, khususnya di dalam kepengurusan kategorial yang disebabkan oleh beberapa faktor baik yang berasal dari dalam maupun luar pengurus kategorial. Secara tersirat hal ini mempengaruhi kinerja dari pengurus kategorial dan selanjutnya berpengaruh pada pelayanan yang dilakukan bagi Tuhan dan sesama. Oleh karena itu, secepatnya konflik dalam organisasi kategorial ini perlu diselesaikan.
II. PEMBAHASAN
A. Penyebab Terjadinya Konflik dalam Organisasi Kategorial
Biasanya gereja maupun pelayanan hanya terfokus pada perhimpunan kehadiran dalam ibadah-ibadah dan aktivitas kerohanian sebagai nilai kekristenan itu sendiri sehingga melupakan makna dari persekutuan. Masing-masing individu berlomba untuk mendapatkan penghargaan atas kinerjanya dari “dunia” bukan untuk hormat dan kemuliaan Nama Tuhan. Tipe pelayanan sepeti inilah yang seringkali memacu rasa egois pada diri individu, dalam hal ini pengurus kategorial.
Hal ini bertentangan dengan Firman Tuhan bahwa dalam pelayanan biarlah Nama Allah dimuliakan di dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus (I Pet 4:11b). Gereja ataupun pelayanan tidak atau kekurangan tujuan yang pasti. Keegoisan dari masing-masing individu yang terlibat dalam pelayanan seringkali memicu adanya konflik. Konflik ini selanjutnya menimbulkan ketidaknormalan situasi dan kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, disebabkan oleh kesalahpahaman dalam mengartikan tindakan, perkataan orang lain, situasi maupun kondisi. Kesalahpahaman ini meliputi: ketidakmampuan dalam memahami dengan jelas semua unsur-unsur yang terlibat dalam proses pelayanan, salah menafsirkan maksud atau motif dibalik perkataan atau perbuatan seseorang dan ketidakcocokkan seperti pertengkaran atau perselisihan karena kurang puas atas jawaban dan tindakan seseorang (Filipi 1: 15a; Amsal 10:12a; Amsal 17:19a).
Kedua, kekacauan administrasi dalam organisasi. Seluruh administrasi tersedia, tetapi tidak tersusun secara kronologis atau tidak sesuai dengan kebiasaan berpikir sehingga muncul sikap saling menyalahkan dan menganggap bahwa “partner” pelayanan-lah yang menyebabkan hal ini terjadi. Dengan kata lain, tidak ada kerja sama yang baik dan kesatuan hati dalam organisasi.
Adanya perselisihan antar pengurus kategorial yang disebabkan oleh rasa ketidakcocokan, kebencian dan iri hati yang timbul dari masing-masing individu. Ini selanjutnya berdampak pada kinerja pengurus dalam mengelola dan mengkoordinasi pelayanan yang ada. Jelaslah ini menyebabkan pelayanan yang dilakukan tidak sungguh-sungguh memuliakan Tuhan karena apa yang dilakukan untuk Tuhan tidak didasari dengan ketulusan dalam melayani. Padahal Tuhan mau kita melakukan pelayanan dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah untuk kemuliaan-Nya (I Pet 4:11b).
B. Pelayanan Pendamaian dalam Mengatasi Konflik
Sebagai satu tubuh Kristus, sudah sepatutnya apabila tiap-tiap orang dapat melakukan pelayanan dengan sungguh-sungguh dengan segala kerendahan hati (Kis 20:19a) dan saling melengkapi satu dengan yang lain (I Korintus 12:20). Oleh karena itu dalam menyelesaikan perselisihan di tengah-tengah kepengurusan katagorial perlulah diadakan suatu pelayanan pendamaian sehingga perselisihan dapat teratasi dan pelayanan yang dilakukan oleh pengurus kategorial dapat mempermuliakan Nama Tuhan.
a. Merencanakan Pertemuan Damai Sejahtera
Untuk menyelesaikan konflik yang paling penting adalah akar permasalahan dari konflik tersebut diketahui secara pasti. Tujuan dari pertemuann ini adalah memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk menyampaikan secara terbuka seiap perasaan-perasaan terganggu yang mereka rasakan dalam sebuah kepengurusan kategorial.
b. Berdoa
Doa menjadi salah satu cara ampuh untuk menyelesaikan konflik. Akan sangat tepat apabila sebelum dan saat pertemuan pendamaian, masing-masing pihak yang berkonflik datang kepada Tuhan untuk memohon hikmat dalam menyelesaikan masalah.
Ini dimaksudkan agar pelayanan yang dilakukan tidak memenuhi keinginan daging semata, namun sungguh-sungguh memohon penyertaan Tuhan. Selain itu, doa dimaksudkan untuk menyatakan siapa yang salah dalam perselisihan tersebut sehingga masing-masing pihak dapat mengintrospeksi diri.
Dalam Matius 26:41, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya. “Berjaga-jaga dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: Roh memang penurut, tetapi daging lemah”. Meskipun Yesus tahu bahwa murid-murid-Nya memiliki keinginan untuk mengikuti Dia, Dia juga tahu kelemahan daging mereka. Inilah sebabnya mengapa Dia mendorong mereka untuk berdoa. Dia tahu bahwa kuasa Roh Kudus yang dapat menguasai kelemahan daging.
c. Bersimpati terhadap Perasaan Orang Lain
Mau terbuka terhadap apa yang sebenarnya dirasa tidak cocok, terlebih mau mendengarkan satu sama lain akan sangat membantu proses pendamaian. Masing-masing pihak harus membuka hatinya untuk mau mendengarkan, tidak hanya sekedar menyampaikan maksud pribadi yang terkesan mementingkan ego sendiri.
Sebagai manusia biasa, mungkin hal ini terasa sangat berat. Namun, saat kita membiarkan Roh Kudus menngendalikan maka semua akan dapat berjalan dengan baik. Dalam Yakobus 1:19b dengan jelas disampaikan agar setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga lambat untuk marah.
Secara tidak langsung, semakin banyak individu mau mendengarkan, semakin sedikit ia akan berbicara. Semakin lambat berbicara, semakin mudah untuk menahan emosi dan amarah.
d. Jangan Menghakimi!
Seringkali manusia menghakimi sesama atas apa yang terjadi di dalam kehidupan. Dengan mudah kesalahan orang lain akan terlihat, tanpa menyadari kesalahan diri sendiri (Mat 7:3). Padahal, dalam Matius 7:1 tertulis “Jangan kamu menghakimi supaya kamu tidak dihakimi.” Apabila hal ini masih ada dalam diri masing-masing pihak yag berkonflik, maka Pelayanan Pendamaian yang dilakukan akan menjadi sia-sia.
Arahkan untuk senantiasa mengakui bagian di dalam perselisihan yang terjadi. Akui kesalahan dalam konflik. Pengurus Kategorial harus mau mengakui bagian dalam ketidaksepakatan dengan tulus sebelum mendiskusikan kesalahan dengan partner.
e. Mengusahakan Seia Sekata, Sehati dan Sepikir
Perpecahan hampir pasti terjadi karena ada pihak yang ingin meninggikan diri di atas pihak yang lain atau kedua belah pihak ingin berada di atas pihak yang lain. Ini menandakan bahwa tidak adanya kesatuan hati di antara pengurus kategorial dalam mencapai tujuan organisasi.
Kunci untuk mengatasi hal tersebut adalah mengenakan hikmah Allah untuk mengusahakan seia sekata, sehati dan sepikir. Dalam I Kor 1:10 Rasul Paulus menasihatkan supaya jemaat seia sekata dan jangan ada perpecahan, tetapi sebaliknya supaya erat bersatu dan sehati sepikir.
Hal ini juga mengisyaratkan kepada pengurus kategorial untuk tidak mempertahankan ego masing-masing dan mau merendahkan hati dalam menerima perbedaaan agar dapat menjadi satu kesatuan. Dalam 1 Korintus 12:20 tertulis “Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh”
Ingatlah bahwa Tuhan Yesus telah lebih dahulu merendahkan diri sampai mati di Kayu Salib agar manusia memperoleh anugerah keselamatan. Teladan Tuhan Yesus ini pun wajib ditiru dengan mengusahakan kebaikan bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk sesama.
f. Bekerjasama dengan orang lain
Mengarahkan pihak berkonflik untuk mau membuka diri akan permasalahan dan berkerjasama dengan orang lain akan semakin memudahkan terselesaikannya konflik. Dalam Amsal 23:13 tertulis ”Arahkanlah perhatianmu kepada didikan, dan telingamu kepada kata-kata pengetahuan” Adanya pihak ketiga dalam proses Pelayanan Pendamaian akan mendukung Pendamaian dengan baik, terlebih saat masing-masing individu masih membiarkann ego dan amarah menguasai hati dan pikirannya.
Pihak ketiga ini dapat memberikan masukan, menyela di saat pembicaraan dalam pertemuan tidak menemukan jalan keluar. Selain itu, pihak ini dapat mencegah timbulnya permasalahan baru di antara kepengurusan yang mungkin saja terjadi dalam Pelayanan Pendamaian tersebut.
g. Menekankan pada Rekonsiliasi bukan Resolusi
Resolusi dapat diartikan teratas sebagai penyelesaian dari konflik. Namun, rekonsiliasi berarti memulihkan keadaaan seperti semula. Jelas Tuhan menginginkan agar anak-anak-Nya saling mengasihi satu sama lain (Yohanes 13:34). Bahkan melalui Hukum Kasih, manusia harus mengasihi sesamanya seperti mengasihi diri sendiri.
Hal ini mengesankan pada penyelesaian konflik yang tidak setengah-setengah, hanya berdamai dalam ucapan namun sesungguhnya menyimpan amarah dan dendam di dalam hati untuk meredam kekacauan dan menjaga nama baik. Apabila motif-motif tersebut masih menjadi penyelesaian dalam konflik, maka tidak akan ada damai sejahtera dalam hati masing-masing pihak. Lebih lanjut, pelayanan yang dilakukan dalam Organisasi Kategorial tidak akan berjalan dengan baik.
III. KESIMPULAN
Ketika Yesus mengajar murid-murid-Nya tentang penyelesaian konflik, Dia memberi mereka sebuah penyelesain. Dia berkata, "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata, jika ia mendengarkan nasihatmu engkau elah mendapatkannya kembali.” (Matius 18:15).
Tujuan dari pelayanan pendamaian ini adalah untuk mendapatkan saudara kita kembali, dan ini berarti kita harus datang dengan sikap dan keinginan. Tidak dengan dengan berteriak, jari-menunjuk, dan tuduhan. Hasilnya tentu akan jauh lebih menguntungkan, dan mendapatkan hubungan yang benar.
Kiranya setiap konflik yang terjadi dapat terselesaikan dengan baik sehingga pelayanan yang dilakukan benar-benar bermanfaat bagi sesama, terlebih menyenangkan hati Tuhan.
Sumber Acuan:
Alkitab: Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam Terjemahan Baru.Lembaga Alkitab Indonesia, tahun 1999.
Prof. Dr. Made Wahyu Suthedja dan Pdt. Nyoman Yohanes. Mengimani Karya Penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus dengan kuasa Roh Kudus.
I n t e r n e t:
Cara Mengatasi Perselisihan Secara Alkitabiah «AnakMuda!Nongkrong_Tempat Nongkrongnya AnakMuda!html
http://google.co.id/gwt/x?q=Pentingnya+seia+sekata+sehati+sepikir
No comments:
Post a Comment