Saturday, February 13, 2016

Hujan dan Valentine

Belakangan ini, hujan begitu gemar mengunjungi bumi. Jatuh hampir setiap hari. Banyak orang mensyukurinya, namun tidak banyak pula yang mengeluh. Karena hujan, aktivitas di luar rumah terganggu. Saya juga sempat terusik. Terlebih saat harus meninggalkan rumah, kemudian mengendarai sepeda motor menuju beberapa daerah di Bali Utara. Dilema. Antara pergi atau tetap di rumah sambil merajut, menulis, dan mendengarkan ost drama korea. Pada akhirnya, saya teringat rekan-rekan yang juga sudah menunggu. Saya harus berangkat. Dan sungguh, jika hari itu saya memutuskan untuk tidak beranjak dari zona nyaman, saya akan sangat menyesalinya.
Saya menghabiskan 4 hari 3 malam di Bali Utara. Bersama dengan rekan-rekan, saya mendapat kesempatan mengunjungi saudara-saudara di sana dan mendistribusikan donasi yang telah dikumpulkan oleh mereka yang tergerak hatinya berbagi untuk sesama. Melihat dan berkomunikasi langsung dengan mereka, ada banyak hal yang saya pelajari. Dari belasan keluarga, ada beberapa yang membuat bayangan mereka muncul dalam benak saya setiap kali hujan turun.
Kali ini, hujan mengiringi kisah seorang ibu yang tinggal bersama anak-anaknya di sebuah gubuk di tengah sawah. Untuk mencapai kediaman beliau, kami harus melewati pematang sawah yang becek dan licin. Saat sampai, seorang ibu keluar dari sebuah gubuk kecil beralas tanah. Matanya mulai berkaca-kaca saat donasi diserahkan. Sementara itu, pertanyaan datang dan mengusik kami. Bagaimana bisa mereka tinggal di sana? Apa yang terjadi jika hujan turun dengan begitu deras? Nyamankah?   
Bahagia rasanya bisa mengenal beliau. Banyak hal kecil yang dapat dilakukan untuk mengukir senyum, 
 Seorang anak perempuan yang mendampinginya tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih saat kami memberikan selembar rupiah yang nilainya bahkan tidak lebih besar dari harga paket cokelat dan bunga Valentine yang dijual di toko. Hanya karena pemberian kecil, mereka berdiri di bawah hujan, tanpa payung, melambaikan tangan, menghantar kepulangan kami.
Tidak jauh dari kediaman keluarga ini, ada kelurga lain yang membuat kami bersyukur karena dapat belajar banyak dari mereka. Sepasang suami istri dengan dua anak ini tetap dapat membagikan kehangatan meskipun tinggal di rumah berdinding bambu.
Ada kehangatan saat kita berbagi. 
Satu lagi kisah di tengah hujan yang tidak terlupakan adalah rona bahagia dari seorang nenek yang tinggal seorang diri. Suami beliau telah lama meninggal. Tidak ada anak yang merawatnya. Setiap hari, Nenek ini beristirahat di dipan yang bersebelahan dengan tungku tempatnya memasak. Beliau tidur di sana, di tempat tanpa dinding. Meskipun begitu, tidak ada sedikit pun kesedihan terpancar. Beliau masih bisa tersenyum, di tengah hujan.  

Hari ini, 14 Februari 2016, hujan turun dengan deras di Denpasar, dan mungkin terjadi juga di daerah-daerah lain di Indonesia. Apa yang akan kita lakukan? Mengeluh karena tidak dapat memberikan kado, cokelat ataupun bunga secara langsung kepada orang yang kita kasihi? Jika sampai hal tersebut terjadi, ingatlah bahwa ada orang di sana yang masih bisa membagikan kasih sayang di tengah kondisinya saat hujan turun. 
Terima kasih telah mengajak saya menjadi bagian dari perjalanan ini :)

No comments:

Post a Comment